Bandar Lampung (Biinar.com) – Kapabilitas Direktur Eksekutif Rakata Institut Eko Siswanto dipertanyakan. Pasalnya, berdasakan data yang dihimpun dari laman website Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung yang bersangkutan merupakan lulusan jurusan Biologi.
Direktur Rakata institute Eko Siswanto tercatat sebagai staf pengajar Jurusan Biologi, Fakultas Tarbiyah UIN Raden Intan Bandarlampung. Eko memperoleh gelar S1 di Universitas Lampung jurusan Biologi Fakultas MIPA. Kemudian memperoleh gelar doktor di ITB, dengan judul disertasi. “Keanekaragaman Spesies, Status Hama, Kompetensi Intraspesifik, dan Upaya Pengendalian Rayap di Kota Bandung”.
Akademisi Universitas Lampung Yisdianto, mengatakan, dalam melakukan survei sumber daya manusia (SDM) harus berbasis pada bidang keilmuan survei yang dibuktikan dengan gelar akademik sebagai seorang ahli survei.
“Meskipun secara metode survei bisa di pelajari oleh semua kalangan, namun ketika bicara soal lembaga survei minimal direkturnya harus memiliki gelar surveyor dari salah satu universitas,” kata dia.
Yusdianto menambahkan, Rakata sendiri tidak terdaftar di KPU sebagai lembaga survei calon gubernur.
“Dengan adanya survei ini, Rakata sudah melanggar PKPU dan itu bisa dilaksanakan,” kata dia.
Sebelumnya survei yang dirilis oleh Rakata Institute dengan menyebutkan tanpa kehadiran pasangan calon petahana M.Ridho Ficardo – Bachtiar Basri pada pilgub 27 Juni 2018 dinilai akademisi politik Universitas Lampung (Unila), Yusdianto bahwa hasil tersebut terindikasi sekedar gebrakan menggiring opini publik terhadap salah satu kandidat dan terkesan asal-asalan.
Bahkan Lembaga Survei Rakata Institute ternyata belum terdaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Lampung. Sehingga survei elektabilitas paslon Gubernur Lampung, dilakukan lembaga ini ilegal alias tak berizin.
Ketua KPU Lampung, Nanang Trenggono menyebutkan, hingga saat ini baru satu lembaga survei yang terdaftar di KPU.
“Lembaga survei yang sudah melaporkan kepada KPU Provinsi Lampung baru satu, yaitu Indo Barometer,” kata Nanang Trenggono, jumat (13/4).
Nanang menjelaskan, seharusnya lembaga survei yang release berkaitan dengan Pilgub Lampung 2018 melaporkan kepada KPU Lampung. Sebab hal ini diatur dalam UU dan PKPU.
“Wajib menyampaikan kepada publik secara transparan sumber dana atau pihak yang memberi dana kegiatan survei yang diekspos kepada publik. Seperti yang pernah dilakukan salah satu lembaga survei nasional. Jadi lembaga survei betul-betul menjaga integritas dan akuntabilitas aktivitas surveinya. Bila tidak, wajib diingatkan oleh Asosiasi Lembaga Survei terkait etika kegiatan survei,” jelasnya.(*/lan)