Lagi Masyarakat Lampung Desak Bawaslu Diskualifikasi Arinal-Nunik

Juni 7, 2018 | [post-views]
WhatsApp-Image-2018-06-07-at-10.17.58

Bandar Lampung – Puluhan massa dari Jaringan Rakyat Miskin Kota Lampung (JRML), menggelar aksi unjuk rasa di Kantor KPU dan Bunderan Gajah.

Mereka menyatakan sikap untuk mendesak dan menuntut Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Lampung, mendiskualifikasi paslon nomor urut 3, Arinal Djunaidi-Chusnunia Chalim (Nunik), karena melanggar kesepakatan dana kampanye di Pilgub Lampung 2018.

Selain itu, massa yang juga gabungan dari Paguyuban Becak Motor (Pamuditor) Lampung, menuntut, untuk memanggil dan memeriksa pimpinan PT. SGC (Sugar Group Company), yang diduga membiayai paslon Arinal-Nunik melebihi peraturan KPU.

Dan, meminta komisioner Bawaslu Lampung untuk mundur dari jabatannya karena tidak mampu bekerja secara professional, independen, terbuka sesuai dengan tugasnya yang tercantum dalam Undang Undang.

“Jika ini dibiarkan khususnya di Lampung, maka demokrasi sudah dipastikan akan hilang dan hanya dijadikan pembicaraan, akan tetapi dalam kenyataannya tidak ada kedaulatan rakyat didalamnya,” kata Koordinator Aksi, Herri, di depan Kantor KPU Lampung, Kamis (07/06/2018).

Menurut Herri, demokrasi merupakan suatu wujud dari kedaulatan rakyat, karena disinilah rakyat memiliki peranan wujud dari kedaulatan sangat penting.

“Pemilu atau pilkada merupakan wujud dari pesta demokrasi, dimana pada saat itu rakyat terlibat langsung dalam kehidupan berdemokrasi, ” bebernya.

Akan tetapi masih menurut Herry, banyak oknum merusak demokrasi dengan melanggar aturan-aturan dikarenakan ambisi untuk medapatkan kursi kekuasaan.

” Salah satu yang merusak paling parah demokrasi adalah mereka melakukan politik uang. Caranya ialah mereka memberikan uang /materi kepada rakyat agar rakyat memilih mereka,” ungkapnya.

Di Pilgub Lampung saat ini, sambung Herry menyebutkan bahwa paslon Arinal-Nunik, yang diduga menggunakan kekuatan Taipan PT SGC (Sugar Group Companies) dengan pimpinan Purwanti Lee dibelakangnya, sudah terlalu banyak melakukan pelanggaran-pelanggaran.

”Seperti, pemberian sarung dan jilbab, yang diduga melebihi anggaran dana yang ditetapkan oleh aturan KPU (sumbangan dana swasta Rp750 juta dan perorangan Rp75 Juta, peraturan KPU Nomor 5 tahun 2017 tentang Dana Kampanye peserta pemilihan umum gubernur dan wakil gubernur), ” jelasnya.

Hal ini tidak dapat dibiarkan, ujar Herry , karena demokrasi akan rusak bila tidak ada tindakan nyata dari penyelenggara pemilu seperti KPU dan Bawaslu.

” Dan Ingatlah ada dampak dalam politik uang, pertama, APBD berpotensi digunakan untuk kepentingan pemodal, Kedua, sangat mungkin adalah orang yang terpilih tidak kompetensi kepemimpinan dan keterampilan untuk daerah, ” terangnya.

Dan yang terakhir, ditambahkan Herry, terpilih karena banyak mengeluarkan uang dalam bentuk politik uang.

”Berpontensi akan merampas atau mengkorupsi APBD yang dikelolanya, ” pungkasnya. (*/red) 

Posted in
Tags in