Bandar Lampung – Untuk mengembalikan peradaban kebudayaan masyarakat Lampung, yang sudah dilecehkan oleh cukong money politik. Posko Demokrasi akan mengelar prosesi ruwatan di Bumi Lado, Senin (2/7/2018).
“Money politik yang terjadi di Pilgub Lampung telah menghancurkan peradaban kebudayaan Lampung. Yang tercatat pada Piil Pesenggiri,” kata Abdul Rahman penanggung jawab acara di Posko Demokrasi, di Bundaran Gajah Minggu (1/7/2018).
Menurtnya, Piil Pesenggiri diartikan sebagai segala sesuatu yang menyangkut harga diri, perilaku dan sikap yang dapat menjaga dan menegakkan nama baik dan martabat secara pribadi maupun secara berkelompok senantiasa dipertahankan. Dalam hal-hal tertentu seseorang (Lampung) dapat mempertaruhkan apa saja termasuk nyawanya demi untuk mempertahankan pi`ill pesenggiri tersebut.
“Harga diri masyarakat Lampung tidak bisa dibeli. Namun faktanya dalam pilgub lalu, suara masyarakat dihargai hanya dengan uang Rp50 Ribu. Tindakan ini telah membuat tokoh adat Lampung geram, dan siap melakukan aksi untuk menyelamatkan Lampung dari cengkraman cukong,” kata dia.
Ia mendesak kapolri untuk mengungkap dan tangkap cukong money politik. Sebab jika ini dibiarkan bisa berdampak sara.
“Jika ini terus dibiarkan. Ditakutkan masyarakat akan mengruduk SGC, karena telah diduga menjadi aktor di balik money politik yang terjadi di Lampung,” katanya.
Sementara kordinator posko, Rismayanti Borthon menjelaskan pemilu adalah momentum sakral yang tidak hanya memilih pemimpin, tetapi juga solusi dari setumpuk persoalan rakyat.
“Tabiat-tabiat ‘amoral’ dari aktivitas politik itu ‘tidak bisa’ dan ‘tidak boleh’ dimaklumkan dengan ungkapan-ungkapan wajar, namanya juga politik. Ungkapan trsebut sama saja ekpresi mengaminkan tindakan bejat yang semakin menciderai demokrasi. Terlepas itu politik atau bukan, ketika memang salah dan melanggar etika-etika dan moralitas, maka bukan kata ‘wajar’ yang harus diucapkan, melainkan ‘lawan!’,” kata dia.
Ia menjelaskan money politic yang terjadi dalam realitas Pilgub Lampung hari ini adalah cerminan, betapa etika-etika politik sudah dikangkangi, demokrasi hanya sekedar lelucon dan syahwat berkuasa sudah menghalalkan berbagai cara.
“Jika oknum politisi sendiri tidak mampu menciptakan kondisi politik yang harmonis, manusiawi dan bermoral lalu pada siapa hal-hal tersebut kita sandarkan,” kata dia. (*/red)