Bandarlampung (Biinar.com) – Meski banyak mengalami hal yang tidak mengenakkan, dalam Pilgub Lampung 2018, pasangan Ridho-Bachtiar menjadi cermin politik santun di Bumi Ruwa Jurai. Hal ini sudah ditunjukkan pasangan Ridho- Bachtiar sejak mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Saat mendaftar Januari 2018 lalu, relawan Ridho-Bachtiar sudah memunguti sampah yang tercecer di jalan ketika ribuan massa pendukung mengantar mereka ke KPU. Apa yang dilakukan relawan pasangan nomor urut 1 ini mendapat pujian dari masyarakat karena memberikan contoh yang baik. Jalanan pun tetap bersih kendati banyak sekali yang mengantarkan pasangan ini menuju KPU.
Hal lain juga tampak ketika memasuki massa kampanye. Relawan Ridho-Bachtiar turut mensosialisasikan peraturan “black campaign” atau kampanye hitam. Relawan pasangan ini mengajak masyarakat agar memahami benar peraturan tersebut karena selain melanggar, juga memiliki efek kurang baik. Kampanye hitam atau black campaign rentan menyebarkan fitnah, hoak, ujaran kebencian dan hal-hal buruk yang belum tentu terbukti kebenarannya. Hal ini sudah diatur dalam UU dan juga UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik).
Apa yang dilakukan relawan tersebut merupakan arahan dan binaan yang terus dilakukan Ridho-Bachtiar. Beberapa waktu lalu, ketika bertemu dengan kader Partai Demokrat, Muhammad Ridho Ficardo menyampaikan agar mereka terus menerapkan politik santun di masyarakat. Bahkan, Ridho menekankan agar terus berperan di masyarakat dan menghindari sikap sombong.
Politik santun tampaknya menjadi catatan penting di Pigub Lampung. Sebab, dengan banyaknya pelanggaran yang dilakukan sejumlah paslon menunjukkan niat baik untuk berlaku santun dalam politik harus diniatkan dengan sungguh-sungguh.
Awal Maret lalu, tercatat pelanggaran dilakukan sejumlah pasangan calon. Bahkan, terakhir, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Lampung, Solihin, menilai terdapat pasangan calon Gubernur nomor yang diduga melanggar kesepakatan bersama antara pasangan calon dengan KPU terkait pemasangan alat peraga kampanye.
Pelanggaran itu tampak pada ketua partai di Lampung yang memasang baliho dengan foto bersama ketua umumnya.
Pemasangan ini dilakukan di berbagai titik seperti Bundaran Hajimena, Pengajaran, Teluk Betung Utara. Diduga pemasangan pemasangan baliho ini melanggar beberapa point mulai dari ukuran baliho, titik pemasangan dan belum divalidasi oleh KPU Lampung. Selain itu, baliho Ketua Umum sebuah partai yang juga berkampanye untuk salah satu pasangan calon di Jalan Laksamana Malahayati, Telukbetung Selatan juga dibidik KPU.
Solihin menjelaskan, meski materi tidak masuk dalam pelanggaran namun harus divalidasi terlebih dahulu oleh KPU Lampung. KPU hanya membolehkan pemasangan Alat Peraga Kampanye (APK) di posko pemenangan paslon, kantor partai pengusung dan di lokasi tempat kampanye paslon.
“Pemasangan harus divalidasi oleh KPU dan pemasangan APK di tempat yang ditetapkan yaitu posko pemenangan paslon, kantor partai pengusung dan di lokasi tempat kampanye paslon,”jelas Solihin.
Salah satu langkah untuk meminimalisir pelanggaran adalah mematuhi aturan KPU dan Bawaslu. Namun, masyarakat sempat bertanya-tanya ketika Bawaslu memproses pelanggaran, justru diprotes. Misalnya dengan melakukan aksi unjuk rasa terhadap Bawaslu yang terjadi di Bandar Lampung.
Terkait ini, Komisioner Bawaslu Lampung, Adek Asyari menegaskan pihaknya memproses semua temuan atau laporan berdasarkan aturan. Semua laporan dan temuan ditindaklanjuti. Tidak ada yang ditutupi. Bawaslu bekerja profesional. Selain itu, kinerja Bawaslu sifatnya kolektif kolegial. Karenanya dia mengaku heran, ada kelompok tertentu yang menyoal kinerjanya secara personal.
Ke depan, diharapkan Pilkada Serentak 2018 di Provinsi Lampung dapat berjalan dengan lancar, tertib dan kondusif. Masyarakat juga berharap sikap santun berpolitik dijaga. Sebab, dari sini diharapkan para pendukung tidak saling serang, tidak menyebar hoax dan tidak menyebar kebencian. (*/red)