Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Provinsi Lampung menggelar Focus Group Disscusion (FGD) yang membahas warisan budaya bukan benda atau Intagible Cultural Heritage yang diselenggarakan di Aula Nuwono Tasya Jalan Perwira Nomor 9 Rajabasa, Bandar Lampung, Rabu (1/8).
FGD tersebut dipimpin Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Lampung Mulyadi Irsan dengan mengundang utusan dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung, Dinas Pariwisata Provinsi Lampung, Dewan Kesenian Lampung (DKL), Dewan Riset Daerah (DRD) Provinsi Lampung dari Komisi Kemaritiman, Ekonomi Kreatif dan Pariwisata, Tenaga Ahli Pemprov Lampung yang diwakili oleh Ir. Ansory Djausal, ahli di bidang budaya dan pariwisata, serta beberapa pejabat dan staf di lingkup Balitbangda Provinsi Lampung.
Dalam pembahasannya, FGD menyoroti Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2007 tentang pengesahan Convention for Safeguarding of Intagible Cultural Heritage bahwa warisan budaya bukan benda Provinsi Lampung.
“Warisan budaya ini telah ditetapkan yaitu untuk kain ada Tenun ikat Inuh dan manuaro, untuk sastra lisan warahan/wawaghahan, untuk perayaan Tuping, dan untuk perayaan ada Kekiceran yang merupakan tarian dari Pesisir Barat,” ujar Mulyadi Irsan.
Sementara budayawan Lampung Anshory Djausal mengatakan Indegeneous people di Lampung sudah ada sejak 3500 tahun yang lalu. Warisan budaya ini, menurut Anshory harus dilindungi karena merupakan kekayaan Lampung. “Kita harus secara konsisten melindungi warisan budaya dan mengawal pembangunan,” kata Anshory.
Acara FGD ini sendiri merupakan arahan Gubernur Lampung Muhammad Ridho Ficardo yang secara konsisten melestarikan adat dan budaya di masyarakat Lampung. Dalam berbagai kesempatan Gubernur mengatakan kekayaan budaya Lampung telah mengisi khasanah budaya nasional yang harus ditanamkan kepada generasi muda. (Rls/red)