Bandar Lampung – Angka tindak pidana korupsi di negeri ini masih begitu tinggi, maka yang diperlukan membenahi kinerja di KPK. Bukan dengan membubarkan lembaganya. Demikian tanggapan politisi Partai Demokrat Lampung, Yozi Rizal, Jumat 25 Agustus 2023 sore.
Ketua Komisi I DPRD Lampung itu menanggapi pernyataan Ketua Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Megawati Soekarnoputri yang mengaku pernah meminta Presiden Joko Widodo membubarkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Kita sama tahu, bahwa angka tindak pidana korupsi di negeri ini masih sedemikian tinggi, saya kira membenahinya bukan dengan membubarkan lembaga tapi benahi kinerjanya,” kata Yozi Rizal.
Terkait membenahi, lanjut bendahara Demokrat Lampung Itu, bisa jadi menyangkut sistem dan utamanya adalah faktor orangnya.
Yozi tetap berprasangka baik terhadap keinginan Megawati yang pernah mejgusulkan KPK dibukarkan saja. “Saya berhusnudzon saja, bahwa pendapat beliau itu bukan karena banyaknya kader partai beliau yang tersangkut perkara di lembaga anti rasuah tersebut.”
Tapi, kata putra asal Way Kanan ini, mungkin karena dia kesal melihat kecenderungan penegakkan hukum bukan lagi untuk memelihara ketertiban dan menjamin kepastian hukum.
“Namun lebih dipergunakan untuk kepentingan meraih dan/ atau untuk mempertahankan kekuasaan, yang kadang dalam praktiknya tidak saja ditujukan kepada pihak lawan politik bahkan juga digunakan terhadap ‘kawan’ politik,” ungkap caleg dari Dapil Way Kanan-Lampung Utara pada 2024 nanti.
Ditanya apa salah KPK, jika harus dibubarkan, Yozi mengaku tidak melihat salah KPK secara lembaga, tapi lebih karena sistem dan personal yang menghuninya. “Kekacauan yang terjadi di lembaga anti rasuah tersebut, jika kita cermati adalah bermula dari revisi UU nomor 30 tahun 2002 Undang undang tentang KPK.”
Revisi UU yang semula dengan alasan kinerja KPK kurang efektif, lanjut dia, lemah koordinasi antarlini penegak hukum sehingga sempat muncul istilah cicak-buaya yang menyeret Kabareskrim hingga Wakapolri yang calon jadi Kapolri, pelanggaran kode etik oleh pimpinan dan staf Komisi Pemberantasan Korupsi, serta adanya masalah dalam pelaksanaan tugas dan wewenang,
“Yakni, adanya pelaksanaan tugas dan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi yang berbeda dengan ketentuan hukum acara pidana,” tukas Yozi Rizal.
Kelemahan koordinasi dengan sesama aparat penegak hukum, dia menambahkan, problem penyadapan, pengelolaan penyidik dan penyelidik yang kurang terkoordinasi, terjadi tumpang tindih kewenangan dengan berbagai instansi penegak hukum, serta kelemahan belum adanya lembaga pengawas yang mampu mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK.
Sehingga, lanjut memungkinkan terdapat cela dan kurang akuntabelnya pelaksanaan tugas dan kewenangan pemberantasan tindak pidana korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
“Tetapi dalam praktiknya terkesan perubahan aturan tersebut justru menjadi pijakan utk lakukan agenda tersembunyi guna menyingkirkan orang-orang yang dianggap tidak bisa kooperatif dengan kekuasaan dan/ atau lembaga penegak hukum tertentu, lebih jauh; kinerja KPK kini banyak dipertanyakan dan menuai kontroversi.”
Kalau KPK benar-benar dibubarkan, apakah sama saja telah terjadi degradasi kepercayaan, ia menegskan, bukan hanya pada KPK, namun juga terhadap lembaga penegak hukum lainnya.
“Itu lebih dikarenakan kecenderungan penegakkan hukum yang tebang pilih. Tajam terhadap lawan atau paling tidak yang tak sejalan, tapi tumpul terhadap yang sedang tidak ditargetkan,” katanya.
Yozi melanjutkan, untuk menyikapinya bukan dengan cara membubarkan lembaga, melainkan membenahi kinerjanya. (Advetorial)