Palembang- (biinar.com)- Resmi sudah Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) menggelar Kongres ke-21 di Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan.
Dalam aturan formalnya, Kongres merupakan ajang untuk memilih Ketua tertinggi di organisasi, sekaligus menjadi tempat untuk merumuskan strategi dan arah gerak PMII selama satu periode ke depan.
Namun, ada hal yang patut menjadi perhatian bersama. Kenyataan di lapangan sering kali tidak sejalan dengan aturan yang ada.
Kongres PMII, yang idealnya menjadi ruang untuk diskusi strategis dan visioner, justru kerap kali menjadi ajang pertarungan politik internal yang didominasi oleh kepentingan-kepentingan pragmatis.
Alih-alih membahas strategi pengembangan kader yang efektif dan berkelanjutan, kongres lebih didominasi oleh pertarungan politik antar kandidat. Akibatnya, kepentingan pribadi dan kelompok mengalahkan kepentingan organisasi secara keseluruhan. Seolah pertarungan politik mengaburkan visi misi organisasi.
Kita perlu merenungkan, apakah ini merupakan cerminan dari semangat yang diusung PMII sejak didirikan?
Seharusnya bukan. PMII, sebagai organisasi yang lahir dari rahim perjuangan mahasiswa Islam, barang semestinya menjadi pelopor dalam menciptakan kader-kader yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki integritas moral dan komitmen tinggi terhadap kepentingan umat dan bangsa.
Tidak dapat dipungkiri, sejak berdirinya pada tahun 1960 hingga saat ini, PMII belum menunjukkan lompatan besar dalam hal pengembangan organisasi dan kaderisasi.
Meskipun PMII telah melahirkan banyak tokoh penting di berbagai bidang, namun jika dilihat dari perspektif kelembagaan, PMII tampak berjalan perlahan tanpa terobosan signifikan.
Kondisi ini semakin diperparah dengan adanya ketimpangan dalam hal kaderisasi. Pulau Jawa, sebagai pusat pergerakan, dikenal dengan kaderisasinya yang masif dan sistematis, sementara wilayah-wilayah lain seolah terabaikan.
Ketimpangan ini tentunya menjadi sebuah ironi, mengingat PMII adalah organisasi yang seharusnya mengedepankan nilai-nilai keadilan dan pemerataan.
Kondisi ini juga menjadi tantangan besar bagi siapa pun yang terpilih sebagai Ketua dalam Kongres ke-21 ini. Apakah ia akan terus membiarkan kondisi ini berlanjut, atau ia akan berani mengambil langkah untuk memperbaikinya?
Penulis paham, PMII memang memiliki forum Musyawarah Pimpinan Nasional (Muspimnas), yang seharusnya menjadi ajang utama untuk merumuskan arah dan strategi organisasi ke depan.
Akan tetapi, penulis melihat proses Muspimnas tidak efektif dalam menciptakan kaderisasi yang menyesuaikan dengan karakteristik deerah masing-masing.
Ini disebabkan oleh kurangnya pemahaman dari Pengurus Cabang maupun Pengurus Koordinator Cabang (PKC) mengenai kendala yang dihadapi di tingkat rayon dan komisariat, yang merupakan garda terdepan dalam proses kaderisasi.
Oleh karena itu, penulis menilai, siapapun yang terpilih sebagai Ketua pada Kongres ke-21 ini, harus berani mengambil langkah inovatif untuk menghadirkan musyawarah kaderisasi yang lebih luas dan inklusif di tingkat nasional.
Dalam musyawarah tersebut, penting untuk melibatkan Pengurus Rayon dan Pengurus Komisariat, yang masih murni berfokus pada proses kaderisasi.
Peran Pengurus Cabang dan PKC dalam hal ini seharusnya lebih sebagai pengawal proses, bukan sebagai penentu kebijakan yang terkadang jauh dari realitas di lapangan.
Musyawarah ini pun harus menjadi wadah bagi Rayon dan Komisariat untuk berbicara, menyampaikan kendala dan tantangan yang mereka hadapi, serta merumuskan strategi yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan lokal masing-masing daerah.
Dengan demikian, kita dapat menciptakan penyeragaman kaderisasi yang lebih merata, tanpa mengabaikan keberagaman kondisi sosial dan budaya di berbagai daerah. Itu pula yang menjadi salah satu misi hadirnya PC PMII Bandarlampung di gelanggang Kongres.
Langkah tersebut tidak hanya penting untuk memastikan PMII dapat terus berkembang, tetapi juga untuk menjaga semangat dan nilai-nilai yang menjadi dasar pendirian organisasi.
PMII harus kembali pada jati dirinya sebagai organisasi yang mengedepankan pendidikan dan pengkaderan, bukan sekadar arena politik yang penuh intrik dan kepentingan sesaat.
Akhirnya, harapan kita semua adalah agar Kongres ke-21 ini tidak hanya menjadi ajang pemilihan Ketua, tetapi juga menjadi titik balik bagi PMII untuk kembali pada visi dan misi awalnya.
PMII harus mampu menjadi lokomotif pergerakan yang membawa perubahan positif bagi bangsa dan negara.