Oleh: Oktiyas Afriza
Secara etimologis, pengertian partisipasi politik diambil dari bahasa latin “pars” yang artinya bagian dan “capere”, yang artinya mengambil, sehingga diartikan “mengambil bagian”.
Sedangkan dalam bahasa Inggris, participate atau participation berarti mengambil bagian atau mengambil peranan. Sehingga partisipasi berarti mengambil bagian atau mengambil peranan dalam aktivitas atau kegiatan politik suatu negara.
Berdasarkan kegiatan partisipasi politiknya, Sastroatmodjo (1995), membaginya dalam berbagai kategori:
(1) partisipasi aktif. Seorang warga negara mengajukan usul kebijakan, mengajukan alternatif kebijakan, mengajukan saran dan kritik untuk mengoreksi kebijakan pemerintah;
(2) partisipasi pasif, berupa kegiatan mentaati peraturan/pemerintah, menerima dan melaksanakan setiap keputusan pemerintah. Artinya, bentuk partisipasi politik tidak harus berwujud keikutsertaan dalam pemilihan umum saja, melainkan juga aktivitas-aktivitas menyatakan pendapat dan melaksanakan hak politik dalam interval waktu satu pemilu sebelumnya dan pemilu selanjutnya, harus dipandang sebagai partisipasi politik.
Hal tersebut menjadi relevan karena setting bagaimana sebuah kondisi kebebasan untuk mengungkapkan pendapat di negeri ini telah menemukan momentumnya. Dengan kata lain kondisi kebebasan ekspresi berpolitik rakyat Indonesia paralel dengan terbukanya keran kebebasan di elemen penyusun demokratisasi lainnya, yakni kebebasan pers.
Seiring diberlakukannya UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Kebebasan Pers, ancaman pembredelan media (penutupan paksa dan pelarangan izin terbit) oleh pemerintah, yang menjadi momok selama orde baru, tidak lagi menghantui aktivitas para pegiat jurnalistik untuk mengabarkan suatu peristiwa dengan objektif. Sebagai efek domino, iklim kebebasan berpendapat, kebebasan berkumpul dan kebebasan berserikat yang notabene telah diatur dalam Undang-undang dasar namun dikebiri oleh kediktatoran Soeharto, muncul kembali dalam skala yang tidak kecil.
Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Dalam Pemilu
Peningkatan partisipasi masyarakat sangat penting dalam pelaksanaan pemilihan umum dalam proses memilih anggota legislatif dan eksekutif. Karena bagaimanapun masyarakat memiliki andil yang cukup besar dalam proses pemilihan umum dimana masyarakat sebagai pemilih yang menentukan dalam pemenangan dalam proses pemilihan umum tersebut.
Adalah menjadi tanggungjawab pemerinta dengan melibatkan stakeholder berupaya untuk meningkatkan peran masyarakat dalam pemilu sebagai proses demokratisasi yang sudah berjalan di Indonesia. Bahwa peningkatan partisipasi masyarakat dalam pemilu tidak semata-mata tanggungjawab penyelenggara KPU, tetapi peran partai poliitik cukup besar, disamping stakeholder yang lain. Meminjan tulisan muh Isnaini beberapa hal yang perlu dilakukan untuk meningkatkan pertisipasi masyarakat.
1. Pendidikan Politik Rakyat
Motivasi memilih atau tidak memilih tersebut lebih cenderung pada kepentingan politik semata dengan mengabaikan hal-hal ini seperti pendidikan politik rakyat. Istilah pendidikan politik sering disamakan dengan istilah political socialization, yang secara harfiah bermakna sosialisasi politik. Dengan kata lain, sosialisasi politik adalah pendidikan politik dalam arti sempit. Sosialisasi politik dibagi dua yaitu pendidikan politik dan indoktrinasi politik. Pendidikan politik merupakan suatu proses dialogik diantara pemberi dan penerima pesan.
Melalui proses ini para anggota masyarakat mengenal dan mempelajari nilai-nilai, norma-norma, dan simbol-simbol politik negaranya dari berbagai pihak dalam sistem politik seperti sekolah, pemerintah, dan partai politik.
2. Memaksimalkan Fungsi Partai Politik
Tujuan parpol adalah untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan guna melaksanakan /mewujudkan program-program yang telah mereka susun sesuai dengan ideologi tertentu. Oleh karena itu maka untuk mencapai tujuannya tersebut maka partai politik memiliki fungsi. Menurut UU no 2 tahun 2008 bahwa partai poliitik berfungsi sebagai sarana:
Pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga negara indonesia yang sadar akkan hak dan kewajibanya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan keatuan bangsa indonesia untuk kesejahteraan masyarakat.
Penyerap, penghimpun dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara.
Partisipasi warga negara indonesia.
Rekruitmen plolitik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaran dan keadilan geneder.
Partisipasi politik akan berjalan selaras manakala proses politik berjalan secara stabil. Seringkali ada hambatan partisipasi politik ketika stabilitas politik belum bisa diwujudkan, karena itu penting untuk dilakukan oleh para pemegang kekuasaan untuk melakukan proses stabilisasi politik. Disamping itu pula proses berikutnya melakukan upaya pelembagaan politik sebagai bentuk dari upaya untuk memberikan kasempatan kepada masyarakat untuk mengaktualisasikan cita-citanya. Dalam pemilu 2024 nantinya akan dianggap sebagai indikator utama pemilihan kepala daerah dan legeslatif yang merupakan buah demokrasi, karena dalam Pemilu rakyat menggunakan suaranya, melaksanakan hak politiknya dan menentukan pilihannya secara langsung dan bebas.
Beberapa faktor masyarakat tidak menggunakan hak pilihnya :
1. Faktor pribadi ; pada hari pencoblosan pemilih sedang sakit, ada kegiatan yang lain, ada diluar daerah, atau berbagai hal lainnya yang sifatnya menyangkut pribadi pemilih.
2. Faktor politik masyarakat tidak mau memilih. Seperti tak punya pilihan dari kandidat yang tersedia atau tak percaya bahwa pileg/pilkada akan membawa perubahan dan perbaikan, ketidak percaya dengan partai. Kondisi inilah yang mendorong masyarakat untuk tidak menggunakan hak pilihnya. Beredarnya berita negatif yang menerpa para wakil rakyat, yang notabene adalah para politisi, sedikit banyak berpengaruh pada pandangan masyarakat terhadap pemilu. Kondisi lain adalah tingkah laku politisi yang banyak berkonflik mulai konflik internal partai dalam mendapatkan jabatan strategis di partai, kemudian konflik dengan politisi lain yang berbeda partai. Konflik seperti ini menimbulkan anti pati masyarakat terhadap partai politik.
3. Mendorong sosialisi sangat penting dalam upaya meningkatkan partisipasi politik masyarakat adalah dalam setiap pemilu terutama pemilu di ditahun 2024 kedepan akan diikuti oleh seluruh masyarakat indonesia secara serentak, Sehingga menuntut penyelenggara pemilu, peserta pemilu, serta seluruh stakehoolder untuk terus selalu menyebarluaskan informasi seputar pemilu secara massif.
4. Faktor adminstrasi yang mengakibatkan pemilih tidak bisa menggunakan hak pilihnya. Diantaranya tidak terdata sebagai pemilih dan tidak memiliki identitas kependudukan (KTP). Hal-hal administratif seperti inilah yang terkadang membuat pemilih tidak ikut dalam pemilihan. Meskipun seorang dapat menggunakan hak pilihnya dengan menunjukkan identitas diri, meskipun belum tercatat dalam DPT dengan syarat hanya di alamat sesuai dengan KTP. Menjadi persoalan jika tidak mempunyai KTP.
Partisipasi masyarakat dalam proses penyelenggaraan Pemilu sangat penting sekurang-kurangnya untuk sejumlah hal berikut. Pertama, untuk meningkatkan minat dan kepedulian warga negara terhadap penyelenggaraan Pemilu serta pengetahuan/informasi tentang proses penyelenggaraan Pemilu. Hal ini terutama merujuk pada bentuk partisipasi pertama (sosialisasi Pemilu), kedua (pendidikan pemilih), kelima (pemberitaan dan penyiaran media massa), dan kesembilan (survey dan penyebarluasan hasil survey).
Kedua, pelaksanaan kedaulatan partai berada pada anggota, kedaulatan rakyat, hak asasi manusia dalam bidang politik, pengakuan atas lejitimasi partai politik, lejitimasi penyelenggara negara (legislatif dan eksekutif baik pada tingkat nasional maupun daerah) dan sistem politik pada umumnya.
Hal ini terutama merujuk pada bentuk partisipasi ketiga (memilih calon dan pasangan calon, dan musyawarah membahas rencana visi, misi dan program partai dalam Pemilu), keempat (memilih dalam Pemilu), kelima (dukungan aktif kepada Peserta Pemilu/Calon), dan keenam (mengajak dan mengorganisasi dukungan atau keberatan terhadap alternatif rencana kebijakan publik).
Dan ketiga, untuk menjamin Pemilu yang Adil (menyampaikan hasil pemantauan, pengaduan atas dugaan pelanggaran ketentuan perundang-undangan Pemilu), dan menjamin integritas hasil Pemilu (penghitungan cepat hasil Pemilu). Hal ini merujuk pada bentuk partisipasi kedelapan (pemantauan dan pengawasan), dan kesepuluh (pelaksanaan penghitungan cepat atas hasil pemungutan suara di TPS).
Bentuk Partisipasi Masyarakat Dalam Pemilu:
1. Melaksanakan Sosialisasi Pemilu.
2. Melaksanakan Pendidikan Pemilih.
3. Memilih Calon atau Pasangan Calon Partai Politik, dan Membahas rencana Visi, Misi dan Program Partai dalam Pemilu.
4. Memberikan Suara sebagai Pemilih.
5. Menulis atau Menyiarkan Berita tentang Pemilu.
6. Mendukung Peserta Pemilu/Calon tertentu.
7. Mengorganisasi Warga lain untuk Mendukung atau Menolak Alternatif Kebijakan Publik yang Diajukan Peserta Pemilu tertentu.
8. Menyampaikan Hasil Pemantauan atas Pemilu, dan Menyampaikan Pengaduan tentang Dugaan Pelanggaran Pemilu.
9. Melakukan Survey dan Menyebar-luaskan Hasil Survey tentang pendapat atau persepsi pemilih Tentang Peserta Pemilu/Calon.
10. Melaksanakan dan Menyebar-luaskan Hasil Perhitungan Cepat Pemilu (Quick Count).