Anggota Komisi III DPRD Kota Bandarlampung H. Yuhadi, SHI, MH, melaksanakan sosialisasi Pembinaan Ideologi Pancasila dan Wawasan Kebangsaan (IPWK), di Kelurahan Palapa Kecamatan Tanjungkarang Pusat, Minggu (20/11/2022). Yuhadi, dalam kesempatan ini mengatakan, IPWK Program DPRD Bandarlampung. Program ini untuk masyarakat dan sangat bermanfaat untuk masyarakat.
Yuhadi juga Ketua DPD Partai Golkar Bandarlampung ini mengatakan, sebagai anggota Komisi III DPRD ia telah melanjutkan aspirasi masyarakat di Kelurahan Kaliawi dan Kelurahan Palapa. Namun ada beberapa aspirasi dari masyarakat yang belum terlaksana karena faktor anggaran yang terbatas.
Dalam sosialisasi Pembinaan IPWK, H. Yuhadi menghadirkan dua nara sumber yaitu, Akademisi UBL juga advokat Ansori, SH, MH, dan Hartini Soraya, Staf Khusus Wakil Ketua DPR RI Bidang Korpolkam. Hartini Soraya, secara khusus menjelaskan makna lambang-lambang yang ada dalam Pancasila.
Menurut Hartini Soraya, makna Lambang Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa (Bintang). Gambar bintang berwarna kuning emas, menjadi lambang dari sila pertama. Hal ini mengandung maksud bahwa Indonesia adalah bangsa yang religius yaitu bangsa yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Dengan keyakinan masing-masing rakyat Indonesia bisa hidup berdampingan.
Makna lambang sila kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab (Rantai). Dalam sila yang kedua ini termaktub nilai kemanusiaan dengan makna bahwa kemanusiaan haruslah diutamakan dalam aktivitas keseharian masyarakat Indonesia. Terlebih lagi negeri ini berdiri di atas berbagai macam perbedaan dan tergambar pada semboyan negara Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika.
Hartini melanjutkan, makna lambang sila ketiga, Persatuan Indonesia (Pohon Beringin) simbol gambar pohon beringin ini dijadikan sebagai lambang untuk sila ketiga Pancasila. Karena pohon beringin melambangkan sebagai tempat berteduh atau berlindung pohonnya rindang, akarnya banyak sehingga kokoh. Ini melambangkan bahwa dengan persatuan dapat menyatukan berbagai macam masyarakat yang sesuai dengan inti dari sila ketiga yaitu persatuan Indonesia. Sehingga orang yang tinggal di Indonesia rasa nyaman.
Makna lambang sila keempat (Kepala Banteng), Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Gambar Kepala Banteng dijadikan sebagai dasar Sila ke-4 Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan kepala banteng diartikan sebagai tenaga rakyat. Dimana kebiasaan banteng hidupnya senang berkumpul. Masyarakat Indonesia selalu berhimpun dan bermusyawarah dalam menyelesaikan suatu masalah.
Makna lambang sila kelima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia (Padi dan Kapas). Pada sila kelima dilambangkan oleh padi dan kapas. Dimana padi melambangkan makanan pokok sebagai besar penduduk Indonesia dan kapas sebagai sandang atau pakaian. Kedua lambang tersebut bermakna kebutuhan pokok bangsa Indonesia untuk melangsungkan kehidupan. Lambang padi dan kapas juga bermakna kesejahteraan sosial bagi rakyat Indonesia yang menjadi tujuan utama pembangunan nasional bangsa Indonesia.
Sementara itu, nara sumber Ansori mengatakan, bahwa di dalam Pancasila ada nilai-nilai yang terkandung di dalamnya yaitu nilai agama dan nilai kemasyarakatan (Habtul Minallah dan Hablu Minannas). Di dalam Pancasila juga ada nilai norma bagaimana kita menjadi masyarakat yang berlaku sopan santun bermoral dalam kehidupan bermasyarakat. Nilai-milai Pancasila juga ada dalam Al Qur’an.
Ansori mengatakan, Negara Indonesia yang terdiri ribuan suku dan bahasa, masyarakatnya bisa hidup rukun berdampingan walau beda suku dan agama karena ada nilai-nilai Pancasila.
Dalam ayat Al Qur’an pun dijelaskan, Allah menciptakan kamu laki-laki perempuan, bersuku-suku dan berbangsa-bangsa untuk saling mengenal.
Karena itu, sebagai masyarakat kita harus memegang norma. Norma agama, norma sosial dan sopan santun. Terlebih saat ini nilai-nilai Pancasila mulai luntur akibat pengaruh perubahan zaman.
Ansori juga mengingatkan kepada masyarakat, di era digitalisasi, masyarakat jangan mudah-mudah memposting video, foto-foto atau kata-kata yang terkait RAS, penghinaan suku dan agama atau orang lain karena akan berakibat hukum. (Advetorial)